I Made Adi Seraya, S.H., M.H., C.L.A. dan Rekan | Phone: 082144702720

Prof. Titib Diputus Bebas di MA

Prof. Titib Diputus Bebas di MA

Ilustrasi

 

Prof. Dr. I Made Titib, Ph.D diputus bebas dalam perkara dugaan korupsi dana punia pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA). MA memutuskan surat dakwaan penuntut umum, batal demi hukum atau dinyatakan tidak diterima alias NO (Niet Ontvankelijk verklaard). Kepastian itu disampaikan koordinator Tim Pengacara Prof. Titib, I Wayan Bagiarta, S.H.,M.H., ditemui di Amlapura, Rabu (22/3).

Sebelumnya, Titib di vonis setahun penjara oleh Pengadilan Negeri Tipikor Denpasar. Keputusan itu jauh dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang menuntut terdakwa saat itu dengan 2,5 tahun penjara. Saat JPU banding ke Pengadilan Tinggi Denpasar, majelis hakim saat itu kembali menguatkan putusan pengadilan sebelumnya, dengan vonis satu tahun. Ditingkat kasasi, MA akhirnya memutuskan perkara Titib ini dengan amar putusan NO.

Hal yang mendasari diputus NO adalah bahwa kasus yang membelit Titib ini bukanlah kasus korupsi. Dalam dakwaan JPU sebelumnya, kasus dugaan korupsi dana punia ini adalah PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), karena hasil pemungutan dana punia tersebut tidak disetorkan ke kas negara. Sehingga, penggunaannya oleh Titib yang saat itu sebagai Rektor IHDN Denpasar, dinilai sebagai tindakkan koruptif.

Namun, menurut tim pengacara dalam eksepsinya, dana punia di IHDN itu bukanlah PNBP. Sebab, menurut Bagiarta, penentuan PNBP itu diperlukan kajian langsung dari Kementrian Agama, untuk menentukan tarif seluruh penerapan PNBP itu sendiri.

“Jadi jelas, tidak serta merta penerimaan seperti itu, langsung disebut PNBP. Harus ada kajiannya. Ini dalam dakwaan JPU justru langsung didakwa melakukan tindak pidana korupsi,” kata Bagiarta.

Sehingga, saat persoalan ini sampai ke MA, alasan MA memutuskan NO dalam perkara ini, sama. Karena untuk menentukan sebuah pungutan itu PNBP atau tidak, harus ada ketetapan sebagaimana ketentuan perundang-undangan, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dan Ketetapan dari Menteri Agama.

Pengacara lainnya, I Komang Darmayasa, S.H., menambahkan, tidak semua pungutan dapat dikatakan sebagai PNBP. Karena wajib terlebih dahulu memiliki payung hukum yang melandasi pemungutannya.

Apabila punia dianggap dimasukkan ke dalam kategori-kategori sebagai Pasal 4, PP Nomor 47 Tahun 2004 tentang Tarif dan PNBP pada Kementrian Agama, maka wajib dipayungi dengan penetapan Menteri Agama.

Apalagi, dana punia yang jelas-jelas merupakan sumbangan sukarela, yang maknanya di Bali sebagai bentuk sumbangan tulus ikhlas untuk menunjang upacara atau kegiatan keagamaan, bukanlah merupakan bentuk dari PNBP. “Apakah ada ketetapan Menteri Agama yang menetapkan dana punia sebagai PNBP dalam perkara ini, jawabannya jelas adalah tidak,” jelasnya.

Kabar terbaru dari dugaan korupsi dana punia yang membelit Prof. Titib ini langsung membuat Prof. Titib dan keluarganya berteriak syukur. Melalui telpon, Bagiarta mengaku sudah sempat menghubungi Prof. Titib. Kabar ini disambut haru. Sebab, kasus yang terus bergulir sejak tiga tahun terakhir ini sangat menguras emosi dan mengubah hidup Titib dan keluarganya jadi semakin terpuruk.

Prof. Titib sendiri sudah beberapa kali menjalani operasi. Sedangkan istrinya juga menderita stroke ringan. Kabarnya, rumah Titib juga hendak di jual, karena kesulitan ekonomi. “Dia sangat terkejut dan terharu. Ternyata keadilan itu masih ada,” tegasnya.

SUMBER

Komentar

komentar

×

Om Swastiastu

Klik profile di bawah untuk chatting melalui WhatsApp atau kirim email ke adiseraya_lawyer@yahoo.com

× Hubungi melalui WhatsApp.
Send this to a friend